Senin, 23 Maret 2009

Masalah Bunga Bank dan Riba

Islam sebagai agama sempurna tentunya mengatur segala macam aktivitas kehidupan manusia, seperti aktivitas perekoniman, yaitu bagaimana Islam menghendaki agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang berduit (kaya) (QS.al-Hasyr:7), juga Islam menghendaki untuk tidak saling memakan harta orang lain dengan cara bathil (QS. 4:29). Diantara bentuk kebathilan memakan harta orang lain adalah riba. Bentuk riba ini sangat diharamkan oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya:

وأحلّ الله البيع وحرّم الربا

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. 2:275)

Pengertian Riba dan Bunga Bank

Ibnu al-‘Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam al-Quran menjelaskan riba sebagai berikut:

“Riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud adalah penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan.”

Adapun yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek.

Misalnya, jika si A meminjam uang sebesar sepuluh juta rupiah kemudian digunakan untuk modal usaha dan mendapatkan laba (keuntungan), maka peminjam boleh mengembalikan hutangnya itu lebih dari sepuluh juta. Kelebihan tersebut bukan disebut riba. Tetapi jika sepuluh juta itu tidak digunakan untuk usaha, kemudian peminjam membayar lebih dari hutangnya itu terlebih jika mu’ir (pemberi pinjaman) menuntut dibayar lebih dari hutangnya (bunganya) maka yang demikian itu disebut riba. Karena tidak adanya transaksi pengganti atau penyeimbang.

Adapun bunga sebagaimana yang diaplikasikan dalam bank konvensional adalah memberi keuntungan tanpa bekerja, sehingga menghilangkan semangat bekerja dan menyebabkan kemalasan, serta mematikan produktivitas; bunga memperburuk distribusi pendapatan karena mentransfer kekayaan si miskin (transaksi peminjaman berbunga) kepada si kaya yang mendeposito kekayaannya di bank konvensional. Dan bunga juga mengembangkan egoisme dan melemahkan ikatan komunal.

Bank konvensional tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas pinjam-meminjam (hutang). Baik meminjamkan uang kepada nasabah atau nasabah mendepositokan uang di bank. Pihak peminjam biasanya dari kalangan miskin sedangkan pihak pendeposito adalah orang kaya, peminjam dituntut untuk membayar bunga sedangkan pendeposito mendapatkan bunga. Sehingga adanya transfer kekayaan si miskin kepada si kaya dan menyebabkan miskin tambah miskin dan kaya tambah kaya. Praktek seperti ini tidak dikehendaki oleh Islam yang mengharuskan kekayaan tidak hanya beredar pada orang-orang kaya (QS. al-Hasyr:7)

Praktek seperti ini juga dikenal pada jaman jahiliyah dengan praktek riba nasi’ah, yaitu transaksi dua orang yang sama-sama memahami kewajiban dan haknya masing-masing. Pihak peminjam memahami bahwa ada tambahan sejumlah uang dari pokok modal yang dipinjamkan sebagai imbalan jangka waktu, yang diberikan kepada orang yang meminjamkannya.

Hukum Riba dan Bunga

Islam telah melarang umatnya untuk mengambil riba. Larangan ini diturunkan dalam empat tahap.

Tahap pertama: menolak anggapan pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka padahal menyulitkan dan membebankan mereka dan riba bukan tambahan nikmat di sisi Allah.

وما أتيتم من ربا ليربوا فى اموال الناس فلا يربوا عند الله وما اتيتم من زكوة تريدون وجه الله فأولئك هم المضعفون

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka yang demikian itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (QS. Al-Rum:39).

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Karena Allah telah mengancam orang-orang yang mengambil riba.

فبظلم من الذين هادوا حرمنا عليهم طيبات أحلّت لهم وبصدّهم عن سبيل الله كثيرا وأخذهم الربا وقد نهوا عنه واكلهم اموال الناس بالباطل وأعتدنا للكافرين منهم عذابا أليما

“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QSs. Al-Nisa: 160-161).

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bawa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Firman Allah Swt:

ياأيها الذين أمنوا لا تأكلوا الربا أضعافا مضاعفة واتقوا الله لعلكم تفلحون

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keuntungan.” (QS. Ali Imran:130).

Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa berlipat ganda bukanlah syarat dari terjadinya riba, sehingga meskipun bunga yang diberikan bank konvensional kecil atau tidak berlipat ganda bukan disebut riba. Karena berlipat ganda pada ayat ini merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan QS. 2:278-279 yang diturunkan setelah ayat 130 surat Ali Imran.

Tahap Terakhir, Allah Swt dengan jelas dan tegas mengaharamkann apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir tentang riba.

ياايها الذين أمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربوا إن كنتم مؤمنين فإن لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وإن تبتم فلكم رؤوس أموالكم لا تظلمون ولاتظلمون

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya." (QS. Al-Baqarah:278-279).

Ayat ini juga ditegaskan dalam amanat terakhir Rasulullah pada 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah yang melarang keras untuk memakan riba. “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh karena itu hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

Adapun hukum bunga bank terjadi perselisihan pendapat antara kalangan ulama. Para ulama seperti Sayyid Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979) dan Lembaga Riset Islam al-Azhar (1965), Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah (1985) dan Lembaha Fiqh Islam Rabithah di Makkah (1406H) , keputusan Muktamar Bank Islam di Kuwait (1983) dan Fatwa Mufti Mesir (1989) telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan.

Sebagian ulama ada yang membolehkan bunga dengan alasan cukup mengambil uang pokok dan tidak mengambil kelebihannya. Pendapat ini pun menjadi masalah jika bunganya tidak diambil maka akan menguntungkan pihak bank, sehingga perlu diambil jalan tengah bahwa bunga bank diambil tetapi alokasi penggunaannya untuk hal-hal yang bersifat umum dan tidak dimiliki pribadi.

Ada juga yang membolehkan dengan alasan bahwa bunga yang diharamkan adalah yang berlipat ganda, sedangkan bunga yang kecil seperti 5- 10 % tidak termasuk riba yang dilarang. Tetapi pendapat ini juga tertolak karena ungkapan ad’afam mudha’afa adalah dalam konteks menerangkan kondisi obyektif riba atau bunga bank yang terjadi pada saat itu sangat tinggi. Bahkan menurut Dr. Muhammad Diraz jika berpegang pada zhahirnya ayat maka yang disebut berlipat ganda itu besarnya 600% karena kata ad’afan merupakan bentuk jamak paling sedikit tiga maka jika dilipatgandakan berarti 6 kali atau 600% . maka hal ini tidak akan pernah terjadi pada perbankan manapun.

Ada juga yang membolehkan dengan alasan dharurat atau kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Mereka berdalil bahwa kondisi darurat membolehkan sesuatu yang haram (al-Dharuratu tubihu al-mahzurat). Pendapat ini pun disanggah oleh Imam Suyuti dalam bukunya al-Asybah wan Nazhair menegaskan bahwa ‘darurat adalah sesuatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan suatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya kepada jurang kehancuran dan kematian.’ Dalam kondisi seperti ini dibolehkan sesuatu yang haram. Berbeda dengan menyimpan uang di bank konvensional bukanlah suatu dharurat karena jika orang tidak menyimpan uangnya di bank konvensional, maka ia tidak akan mati.

Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Pada Bulan Desember 2003 MUI mengeluarkan fawa tentang bunga bank. Isinya antara lain:

  1. Bunga bank adalah haram karena bunga model ini telah memenuhui syarat-syarat riba yang diharamkan al-Quran.
  2. Di daerah yang belum terdapat lembaga keuangan syari’ah, maka lembaga keuangan konvensional tetap diperbolehkan atas dasar darurat.
  3. Orang yang bekerja di lembaga keuangan konvensional, tetap diperbolehkan sebelum ia mendapat pekerjaan baru sesuai dengan syari’ah.

Pada dasarnya fatwa di atas menegaskan bahwa bunga bank adalah riba dan karena itu hukumnya adalah haram. Konsekuensinya adalah haram hukumnya bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa perbankan (non syariah). Tetapi fatwa ini disambut dingin oleh umat Islam, tidak ada pertanda sedikit pun fatwa ini efektif dan diikuti oleh umat Islam, misalnya dalam bentuk pemindahan rekening simpanan dari perbankan biasa ke perbankan syari’ah.

Menurut Zaim Saidi bahwa ada beberapa kemungkinan atas reaksi adem-ayem ini.

Pertama, umat Islam sudah sangat terbiasa bergelimang dengan riba hingga tidak lagi merasakan dan mengetahui perbuatan haram itu. Kedua, kontroversi di kalangan ulama Islam membuat umat mengambil sikap permisif, mengikuti pihak yang kompromis membolehkan bunga atas prinsip dharurat. Ketiga, kurangnya pemahaman akan pengertian riba dan kaitannya dengan sistem perbankan secara keseluruhan. Keempat, kombinasi beberapa kemungkinan ini.

Alasan dikeluarkan fatwa MUI tersebut sangat beralasan karena ada perbedaan prinsip antara bank konvensional dan bank syariah, yaitu sebagai berikut:

  1. Dari segi falsafah, bank syari’ah berdasarkan mudharabah (bagi hasil) bukan bunga, spekulasi dan gharar. Sementara bank konvensional berdasarkan bunga.
  2. Dari segi operasional, dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariah pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara penyaluran bank konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan.
  3. Dari segi organisasi bank syariah memilih dewan pembina syariah sementara bank konvensional tidak dewan pembina syariah.

Adapun perbedaan mudharabah dan bunga dapat dilihat bagan sebagai berikut:

No.

Sistem Bunga

Sistem Bagi Hasil

1

Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan berpedomann harus selalu untung pada pihak bank,

Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung dan rugi.

2

Besarnya persentase berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3

Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik.

Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan jumlah pendapatan.

4

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam

Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil

5

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapat keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh keduabelah pihak.

Dampak Riba dan Bunga Bank

Imam ar-Razi sebagaimana dinukil Rahman (1995) demikian pula Maulana al-Maududi dalam Tafsir ayat Riba mencoba melontarkan kritik terhadap sistem bunga sehingga dilarang oleh Islam. Diantara dampak yang ditimbulkan dari praktek riba dan bunga bank adalah: (1). Bunga merampas kekayaan orang lain, (2). Bunga merusak nilai-nilai moral dengan kerasukan, (3). Bunga melahirkan benih-benih kebencian dan permusuhan, (4). Bunga menjadikan yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin, (5). Pemberi hutang dengan bunga adalah memalukan.

Sistem ribawi menurut Qardhawi dalam Fawaid al-Bunuk Hiya al-Rib al-Haram (1990) diibaratkan sebagai wabah AIDS perekonomian yang menjangkiti dunia Islam karena karakter dasarnya yang eksploitatif, monopolis, agresif dan imperialistik.

Para ahli sepakat bahwa riba dan bunga memiliki dampak yang buruk, seperti berikut ini:

  1. Adanya tingkat bunga yang tinggi menghancurkan minat untuk berinvestasi. Tingkat investasi jatuh dimana dalam sistem perbankan di antaranya terlihat dari indikasi Loan to Deposit Ratio (tingkat LDR) yang rendah, kesempatan kerja dan pendapatan juga menurun. Sebagai akibat menurunnya jumlah pendapatan, tingkat konsumsi agregat juga turun. Pada akhirnya, karena turunnya tingkat konsumsi agregat maka akan rendah tingkat permintaan sehingga kegiatan produksi, perdagangan dan industri terhambat.
  2. Bunga dalam karakter dasarnya berpotensi melemahkan perekonomian. Bagi orang yang memiliki uang untuk ditabung dan diinvestasikan, bunga memberikan suatu bentuk janji pemberian return yang tunai. Uang mereka berputar ke bank dimana mereka itu mendapatkan jaminan sejumlah persentase bunga tertentu tanpa berperan sama sekali dalam proses produksi. Sementara itu, dana yang terkumpul di bank tersebut pada prakteknya lebih banyak nganggur (idle) di saat iklim usaha riil tidak kondusif sehingga lebih banyak diputar di sektor finansial yang tidak produktif dan cenderung spekulatif sehingga memicu gejala babble economic, penggemblungan nilai yang semu bukan dari pertumbuhan sektor riil.
  3. Bunga menghancurkan kekayaan dengan berbagai cara. Bunga menurut Rahman (1992), menimbulkan krisis ekonomi di dunia kapitalis. Hal ini terjadi ketika ada penumpukan (akumulasi) barang karena rendahnya daya beli dan adanya kecenderungan untuk berkonsumsi (propensity to consume) rendah. Proses produksi terhambat yang menimbulkan banyak pengangguran.
  4. Bunga juga ikut memusnahkan kekayaan negara. Ini biasa dialami di negara-negara kapitalis dimana produsennyabermaksud memusnahkan barang jadi dalam jumlah besar bahkan hasil-hasil pertanian dengan tujuan menyelamatkan harga dari kejatuhan di bawah biaya marginal produksi.

Latihan

Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Jelaskan pengertian riba dan bunga bank?

2. Jelaskan perbedaan bunga bank dan mudharabah?

3. Jelaskan fatwa MUI tentang bunga bank?

4. Jelaskan dalil keharaman riba secara bertahap?

5. Jelaskan bahaya/mudharat bunga bank/riba?

Rangkuman

1. Riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud adalah penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan. Adapun yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek.

2. Para ulama seperti Sayyid Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979) dan Lembaga Riset Islam al-Azhar (1965), Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah (1985) dan Lembaha Fiqh Islam Rabithah di Makkah (1406H) , keputusan Muktamar Bank Islam di Kuwait (1983) dan Fatwa Mufti Mesir (1989) telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan.

3. MUI mengeluarkan fawa tentang bunga bank. Isinya antara lain: (a) Bunga bank adalah haram karena bunga model ini telah memenuhui syarat-syarat riba yang diharamkan al-Quran. (b) Di daerah yang belum terdapat lembaga keuangan syari’ah, maka lembaga keuangan konvensional tetap diperbolehkan atas dasar darurat. Dan (c) Orang yang bekerja di lembaga keuangan konvensional, tetap diperbolehkan sebelum ia mendapat pekerjaan baru sesuai dengan syari’ah.

4. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dari segi operasional bahwa dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariah pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara penyaluran bank konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan.

5. Bunga menghancurkan kekayaan dengan berbagai cara dan dapat menimbulkan krisis ekonomi di dunia kapitalis. Hal ini terjadi ketika ada penumpukan (akumulasi) barang karena rendahnya daya beli dan adanya kecenderungan untuk berkonsumsi (propensity to consume) rendah. Proses produksi terhambat yang menimbulkan banyak pengangguran.

Tes Formatif

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan tepat!

1. Penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan. Disebut:

a. Shadaqah c. Riba

b. Zakat d. Ghanimah

2. Penambahan yang dibenarkan karena adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan berupa:

a. Dijadikan modal usaha c. shadaqah

b. Jadi bandar judi d. Zakat

3. Berikut ini dalil agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya adalah:

a. QS. al-Baqarah:275 c. QS. al-Hasyr:7

b. QS. al-Baqarah:278-279 d. QS.al-Hasyr:17

4. Berikut ini dalil Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba:

a. QS. al-Baqarah:275 c. QS. al-Hasyr:7

b. QS. al-Baqarah:278-279 d. QS. al-Hasyr:17

5. Dalil keharaman riba diturunkan melalui .......... tahap:

a. Dua tahap c. Empat tahap

b. Tiga tahap d. Lima tahap

6. Kaidah yang menyatakan bahwa dharurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang adalah:

a. الضرورة تبيح المحظورات c. الضرر يزال

b. ما ابيح للضرورة يقدر بقجرها d. اليقين لا يزال بالشك

7. MUI mengeluarkan fatwa keharaman bunga bank ditetapkan pada bulan dan tahun:

a. September 2003 c. Nopember 2003

b. Oktober 2003 d. Desember 2003

8. Berikut ini perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional:

a. Sistem bagi hasil (mudharabah) c. lebih merugikan

b. Lebih menguntungkan d. Lebih aman

9. Dalil meninggalkan sisa-sisa riba diturunkan pada:

a. 10 Muharram tahun 10 H c. 9 Muharram tahun 10 H

b. 10 Dzulhijjah tahun 10 H d. 9 Dzulhijjah tahun 10 H

10. Berikut ini dampak dari bunga dan riba bagi kehidupan masyarakat, kecuali

a. Krisis ekonomi c. proses produksi terhambat

b. Berkurangnya daya beli masyarakat d. menguntungkan


Kunci Jawaban Tes Formatif

1. C 6. A

2. A 7. D

3. C 8. A

4. B 9. D

5. C 10. D

Daftar Pustaka

Fazlur Rahman, Economic Doctrins of Islam, (ed.terj.), Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf, 1995.

M. Syafei Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, 2001.

M. Qurais Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:Mizan, 1997.

Nurkhalis Madjid, Ensiklopedi Islam untuk Remaja, Jilid ke 1, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2001,

Setiawan Budi Utomo dalam Sistem Kuangan Ribawi dan Kapitalisme, Tsaqafah Membangun Budaya Cerdas Menjawab Tantangan Zaman, Vol.2, No. 1, 2004.

Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Risalah Gusti, Jakarta. 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar